ilustrasi Wilayah Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia (istimewa)
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Indonesia dan Malaysia bisa menjadi kekuatan besar dalam ekonomi global yang berkembang saat ini asalkan kedua negara serumpun yang memiliki kesamaan karakter ini mampu bersinergi dalam prinsip-prinsip ekonomi saling mengisi kekurangannya.

Persamaan karakter antara Indonesia dan Malaysia harus dilihat sebagai sebuah kekuatan besar dan keduanya bukanlah sebagai pesaing, demikian benang merah yang dapat ditarik dari hasil seminar "peluang peningkatan kerja sama Indonesia-Malaysia: "Menelaah program transformasi ekonomi Malaysia", yang diselenggarakan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Malaysia di Kuala Lumpur, Rabu.

Menteri dalam kementerian Perdana Menteri Malaysia, Idris Jala pada seminar tersebut mengajak para pelaku ekonomi Indonesia untuk bekerja sama dalam memenangi pasar global karena dengan bekerja sama maka akan banyak yang bisa dilakukan.

"Banyak sektor usaha seperti projek infrastruktur, pariwisata, perdagangan perkebunan dan lainnya yang bisa digarap bersama. Jadi, silahkan berinvestasi di Malaysia ataupun sebaliknya pengusaha Malaysia yang berinvestasi ke Indonesia, ungkapnya.

"Bila kita bersatu akan memperkokoh daya saing kedua negara sebab dapat saling mengisi kekurangannya sehingga pada akhirnya pangsa pasar global yang bisa diraih semakin besar," katanya.

Senada disampaikan oleh Deputi IV Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Koordinator Perekonomian RI, Edy Irawadi bahwa sinergi merupakan langkah positif dalam memperkokoh perekonomian kedua negara.

Dijelaskannya kestabilan ekonomi dua negara cukup menjanjikan sehingga menjadi modal yang baik sebagai pertahanan ekonomi yang kokoh.

Bahkan, lanjut dia, ini sebagai modal untuk bisa menyatukan potensi pasar yang dimiliki bersama seperti disektor komoditi perkebunan.

Misalnya, kelapa sawit, kedua negara merupakan produsen yang menguasai perdagangan minyak sawit dunia namun belum bisa menentukan harga jualnya.

Hal tersebut berbeda dengan produsen minyak yang tergabung di OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak) yang telah bisa menentukan harga jualnya sendiri.

"Kita sebagai produsen terbesar CPO (minyak sawit mentah) tentunya juga harusnya bisa menentukan harga, tidak seperti sekarang malah harga masih dikontrol pembeli," ungkapnya.

Oleh karenanya, kata Edy, melalui sinergi diharapkan kita dapat pula menentukan harga dari CPO tersebut. Dan bila berhasil, tentunya ini bisa dilakukan terhadap komoditi-komoditi yang lainnya.

"Dengan bekerja sama itulah yang harus terus didorong agar pasar bersama itu bisa diperkuat," ungkapnya.

Sedangkan, Dekan Fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara, Jhon Tafbu Ritonga yang melontarkan perlunya sinergi kedua bangsa tersebut adalah harus ada kesadaran untuk saling mengisi dalam prinsip saling menguntungkan.

Contohnya, Indonesia membuat produk yang dibeli oleh Malaysia dan begitu pula Malaysia membeli produk dari Indonesia serta melakukan pemasaran bersama terhadap produk yang dimiliki bersama seperti produk-produk turunan dari CPO.

"Inilah yang disinergikan bersama. Kalau itu dilakukan banyak negara akan takut terhadap kekuatan ekonomi dua bangsa serumpun ini," tegasnya.

Sementara itu, perkuatan ekonomi baik di Indonesia maupun Malaysia tentunya harus didukung dengan ketersediaan infrastruktur agar roda perekonomian bisa berjalan dengan lancar.

Oleh karenanya, ketiga tokoh yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut menekankan bahwa infrastruktur harus terus dibangun dengan cara-cara yang benar agar pertumbuhan ekonomi bisa digerakkan.

`Jangan melihat infrastruktur sebagai problem karena membutuhkan dana yang besar. Tapi kekuatan infrastruktur harus dilihat sebagai mesin yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jadi untuk hal itu harus dicarikan jalan agar dana tersebut bisa diperoleh," ungkapnya.(*)

(T.N004/Z002)
Editor: Ruslan Burhani